Habitat: Morrison (2002) mendefinisikan habitat sebagai sumberdaya dan kondisi yang ada di suatu kawasan yang berdampak ditempati oleh suatu species. Habitat merupakan organism-specific: ini menghubungkan kehadiran species, populasi, atau idndividu (satwa atau tumbuhan) dengan sebuah kawasan fisik dan karakteristik biologi. Habitat terdiri lebih dari sekedar vegatasi atau struktur vegetasi; merupakan jumlah kebutuhan sumberdaya khusus suatu species. Dimanapun suatu organisme diberi sumberdaya yang berdampak pada kemampuan untuk bertahan hidup, itulah yang disebut dengan habitat.
Tipe Habitat: Habitat tidak sama dengan tipe habitat. Tipe habitat merupakan sebuah istilah yang dikemukakan oleh Doubenmire (1968:27-32) yang hanya berkenaan dengan tipe asosiasi vegetasi dalam suatu kawasan atau potensi vegetasi yang mencapai suatu tingkat klimaks. Habitat lebih dari sekedar sebuah kawasan vegetasi (seperti hutan pinus). Istilah tipe habitat tidak bisa digunakan ketika mendiskusikan hubungan antara satwa liar dan habitatnya. Ketika kita ingin menunjukkan vegetasi yang digunakan oleh satwa liar, kita dapat mengatakan asosiasi vegetasi atau tipe vegetasi didalamnya.
Penggunaan Habitat: Penggunaan habitat merupakan cara satwa menggunakan (atau ”mengkonsumsi” dalam suatu pandangan umum) suatu kumpulan komponen fisik dan biologi (sumber daya) dalam suatu habitat. Hutto (1985:458) menyatakan bahwa penggunaan habitat merupakan sebuah proses yang secara hierarkhi melibatkan suatu rangkaian perilaku alami dan belajar suatu satwa dalam membuat keputusan habitat seperti apa yang akan digunakan dalam skala lingkungan yang berbeda.
Kesukaan Habitat: Johnson (1980) menyatakan bahwa seleksi merupakan proses satwa memilih komponen habitat yang digunakan. Kesukaan habitat merupakan konsekuensi proses yang menghasilkan adanya penggunaan yang tidak proporsional terhadap beberapa sumberdaya, yang mana beberapa sumberdaya digunakan melebihi yang lain.
Ketersediaan Habitat: Ketersediaan habitat menunjuk pada aksesibiltas komponen fisik dan biologi yang dibutuhkan oleh satwa, berlawanan dengan kelimpahan sumberdaya yang hanya menunjukkan kuantitas habitat masing-masing organisme yang ada dalam habitat tersebut (Wiens 1984:402). Secara teori kita dapat menghitung jumlah dan jenis sumberdaya yang tersedia untuk satwa; secara praktek, merupakan hal yang hampir tidak mungkin untuk menghitung ketersediaan sumberdaya dari sudut pandang satwa (Litvaitis et al., 1994). Kita dapat menghitung kelimpahan species prey untuk suatu predator tertentu, tetapi kita tidak bisa mengatakan bahwa semua prey yang ada di dalam habitat dapat dimangsa karena adanya beberapa batasan, seperti ketersediaan cover yang banyak yang membatasi aksesibilitas predator untuk memangsa prey. Hal yang sama juga terjadi pada vegetasi yang berada di luar jangkauan suatu satwa sehingga susah untuk dikonsumsi, walaupun vegetasi itu merupakan kesukaan satwa tersebut. Meskipun menghitung ketersediaan sumber daya aktual merupakan hal yang penting untuk memahami hubungan antara satwa liar dan habitatnya, dalam praktek jarang dilakukan karena sulitnya dalam menentukan apa yang sebenarnya tersedia dan apa yang tidak tersedia (Wiens 1984:406). Sebagai konsekuensinya, mengkuantifikasi ketersediaan sumberdaya biasanya lebih ditekankan pada penghitungan kelimpahan sumberdaya sebelum dan sesudah digunakan oleh satwa dalam suatu kawasan, daripada ketersediaan aktual. Ketika aksesibilitas sumber daya dapat ditentukan terhadap suatu satwa, analisis untuk menaksir kesukaan habitat dengan membandingkan penggunan dan ketersediaan merupakan hal yang penting.
Kualitas Habitat: Istilah kualitas habitat menunjukkan kemampuan lingkungan untuk memberikan kondisi khusus tepat untuk individu dan populasi secara terus menerus. Kualitas merupakan sebuah variabel kontinyu yang berkisar dari rendah, menengah, hingga tinggi. Kualitas habitat berdasarkan kemampuan untuk memberikan sumberdaya untuk bertahan hidup, reproduksi, dan kelangsungan hidup populasi secara terus menerus. Para peneliti umumnya menyamakan kualitas habitat yang tinggi dengan menonjolkan vegetasi yang memiliki kontribusi terhadap kehadiran (atau ketidak hadiran) suatu spesies (seperti dalam Habitat Suitability Index Models dalam Laymon dan Barrett 1986 dan Morrison et al. 1991). Kualitas secara eksplisit harus dihubungkan dengan ciri-ciri demografi jika diperlukan. Leopold (1933) dan Dasman et al. (1973) menyatakan bahwa suatu habitat diaktakan memiliki kualitas yang tinggi apabila kepadatan satwa seimbang dengan sumberdaya yang tersedia, di lapangan pada umumnya habitat yang memiliki kualitas ditunjukkan dengan besarnya kepadatan satwa (Laymon dan Barrett 1986). Van Horne (1983) mengatakan bahwa kepadatan merupakan indikator yang keliru untuk kulitas habitat. Oleh sebab itu daya dukung dapat disamakan dengan level kualitas habitat tertentu, kualitasnya dapat berdasarkan tidak pada jumlah organisme tetapi pada demografi populasi secara individual. Kualitas habitat merupakan kata kunci bagi para ahli restorasi.
Beberapa istilah seperti makrohabitat dan mikrohabitat penggunaannya tergantung dan merujuk pada skala apa studi yang akan dilakukan terhadap satwa menjadi pertanyaan. (Johnson, 1980). Dengan demikian makrohabitat dan mikrohabitat harus ditentukan untuk masing-masing studi yang berkenaan dengan spesies spesifik. Secara umum, macrohabitat merujuk pada ciri khas dengan skala yang luas seperti zona asosiasi vegetasi (Block and Brennan, 1993) yang biasanya disamakan dengan level pertama seleksi habitat menurut Johnson. Mikrohabitat biasanya menunjukkan kondisi habitat yang sesuai, yang merupakan faktor penting pada level 2-4 dalam hierarkhi Johnson. Oleh sebab itu merupakan hal yang tepat untuk menggunakan istilah mikrohabitat dan makrohabitat dalam sebuah pandangan relatif, dan pada skala penerapan yang ditetapkan secara eksplisit.
Niche: Habitat suatu organisme adalah tempat organisme itu hidup, atau tempat ke mana seseorang harus pergi untuk menemukannya. Sedangkan niche (relung) ekologi merupakan istilah yang lebih luas lagi artinya tidak hanya ruang fisik yang diduduki organisme itu, tetapi juga peranan fungsionalnya di dalam masyarakatnya (misal: posisi trofik) serta posisinya dalam kondisi lingkungan tempat tinggalnya dan keadaan lain dari keberadaannya itu. Ketiga aspek relung ekologi itu dapat dikatakan sebagai relung atau ruangan habitat, relung trofik dan relung multidimensi atau hypervolume. Oleh karena itu relung ekologi sesuatu organisme tidak hanya tergantung pada dimana dia hidup tetapi juga apa yang dia perbuat (bagaimana dia merubah energi, bersikap atau berkelakuan, tanggap terhadap dan mengubah lingkungan fisik serta abiotiknya), dan bagaimana jenis lain menjadi kendala baginya. Hutchinson (1957) telah membedakan antara niche pokok (fundamental niche) dengan niche yang sesungguhnya (relized niche). Niche pokok didefinisikan sebagai sekelompok kondisi-kondisi fisik yang memunkinkan populasi masih dapat hidup. Sedangkan niche sesungguhnya didefinisikan sebagai sekelompok kondisi-kondisi fisik yang ditempati oleh organisme-organisme tertenu secara bersamaan.
Dimensi-dimensi pada niche pokok pada niche pokok menentukan kondisi-kondisi yang menyababkan organisme-organisme dapat berinteraksi tetapi tidak menentukan bentuk, kekuatan tau arah interaksi. Dua faktor utama yang menetukan bentuk interaksi dalam populasi adalah kebutuhan fisiologis tiap-tiap individu dan ukuran relatifnya. Empat tipe pokok dari interaksi diantara populasi sudah diketahui yaitu: kompetisi, predasi, parasitisme dan simbiosis.
Agar terjadi interaksi antar organisme yang meliputi kompetisi, predasi, parasitisme dan simbiosis harusnya ada tumpang tidih dalam niche. Pada kasus simbion, satu atau semua partisipan mengubah lingkungan dengan cara membuat kondisi dalam kisaran kritis dari kisaran-kisaran kritis partisipan yang lain. Untuk kompetitor, predator dan mangsanya harus mempunyai kecocokan dengan parameter niche agar terjadi interaksi antar organisme, sedikitnya selama waktu interaksi.
Landskap: Landskap dapat didefinisikan sebagai suatu kawasan yang heterogen secara spasial yang digunakan untuk mendiskripsikan ciri khas daya tarik (tipe tegakan, tapak, tanah). Masalah serius yang terkait dengan penggunaan istilah landscape adalah landscape biasanya digunakan untuk mengartikan suatu kawasan yang luas (1-100 km2)(Forman dan Gordon, 1986; Davis dan Stoms, 1996). Persepsi landscape untuk satwa kecil berbeda dengan satwa besar. Pengaruh keheterogenan spasial terhadap proses biotik dan abiotik dapat dinyatakan secara virtual dalam beberapa skala spasial, dengan demikian kita tidak menempatkan batasan kawasan dalam pengertian landscape. Meskipun menggambarkan landscape dalam istilah kilometer persegi adalah tepat untuk kegiatan tertententu (seperti menempatkan proyek restorasi dalam konteks suatu kawasan yang luas), menggambarkan landscape dalam istilah meter persegi yang sedikit juga tepat untuk penerapan yang lain (untuk satwa dengan daerah jalajah yang sempit/kecil atau untuk menggambarkan hubungan niche).
Sumberdaya: Semua faktor lingkungan yang memiliki korelasi terhadap distribusi, kelimpahan, kinerja reproduksi suatu species disebut dengan sumber daya (Wiens, 1989a:321). Sumberdaya merupakan faktor abiotik dan abiotik yang digunakan langsung oleh suatu organisme (Morrison, 2002). Perbedaan antara kelimpahan, ketersediaan, dan penggunaan sumber daya harus dibedakan dengan pasti, yang manakah yang secara aktual akan dihitung. Kelimpahan sumber daya merupakan jumlah absolut item (atau ukuran atau volume) dalam suatu area yang ditentukan secara eksplisit, contohnya jumlah satuan pakan dalam 1 ha. Ketersediaan sumber daya merupakan jumlah sumber daya yang secara aktual tersedia untuk satwa (jumlah yang bisa dieksploitasi), contohnya jumlah satuan pakan dalam 1 ha yang mampu dijangkau oleh ungulata. Penggunaan sumber daya merupakan suatu penghitungan jumlah sumber daya yang digunakan secara langsung (dikonsumsi, dipindah) dari suatu kawasan yang ditentukan secara eksplisit, contohnya jumlah satuan pakan dalam 1 ha yang dikonsumsi oleh suatu satwa dalam enam jam periode sampling.
kuliah riset dan menejemen satwa liar
boleh minta daftar pustakanya nggak?
BalasHapuslupa, kirimnya ke
BalasHapusagungsmai@yahoo.com
minta daftar pustakanya juga dong...
BalasHapustolong kirim ke gun_doank99@yahoo.com
_
nice blog.....
BalasHapusmintak daftar pustakanya dong alamat email re.nabila@yahoo.com
BalasHapusminta daftar pustaka nya bos, bhurtons@gmail.com
BalasHapus