PERATURAN MENTERI KEHUTANAN
NOMOR: P. 56 /Menhut-II/2006
TENTANG
PEDOMAN ZONASI TAMAN NASIONAL
MENTERI KEHUTANAN,
Menimbang
: a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, pasal 30 ayat (2)
menetapkan pengelolaan taman nasional didasarkan sistem zonasi yang
terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan atau zona lainnya;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a di atas, maka perlu
ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Pedoman Zonasi Taman
Nasional.
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun2004 tentang Sumber Daya Air;
5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
8. Peraturan pemeriritah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam
dan Kawasan Pelestarian Alam;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom; Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan
Kawasan Hutan;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan
Kehutanan;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;
12. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6186/Kpts-II/2002 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Balai Taman Nasional;
13. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6187 /Kpts-II/2002 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Baiai Konservasi Sumber Daya Alam,
14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 13/Menhut-II/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departernen Kehutanan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PEDOMAN ZONASI
TAMAN NASIONAL.
BAB I
KETENTAUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam baik daratan maupun perairan yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan
rekreasi.
2. Zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi
zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisi data,
penyusunan draft rancangan rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas,
dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat.
3. Zona taman nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman nasional yang dibedakan
menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
4. Zona inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota ataupun
fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi,
berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas.
5. Zona rimba, untuk wilayah perairan laut disebut zona perlindungan bahari adalah bagian
taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan
pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan.
6. Zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya,
yang terutama dinamfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan
lainnya.
7. Zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk kepentingan
pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai
ketergantungan dengan sumber daya alam.
8. Zona rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena mengalami kerusakan,
sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang
mengalami kerusakan.
9. Zona religi, budaya dan sejarah adalah bagian dari taman nasionai yang didalamnya terdapat
situs religi, peninggalan warisan budaya dan atau sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan
keagamaan, perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah.
10. Zona khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak dapat dihindarkan
telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal
sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana
telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik.
11. Kelompok masyarakat adalah sekumpulan orang yang karena kondisi kesejarahan, ikatan
ekonomi, religi, sosial dan budaya yang hidup dan tinggal secara bersamasama dalam
wilayah tertentu.
12. Para pihak (stakeholder) bagi taman nasional dapat terdiri dari masyarakat, lembaga
swadaya masyarakat, pemerintah daerah setempat, perguruan tinggi, serta pihak-pihak lain
yang berinteraksi, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kawasan konservasi,
serta mendapatkan manfaat dari keberadaan taman nasional tersebut.
13. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan.
14. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
15. Kepala Balai adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis yang memangku kawasan Taman
Nasional.
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
(1) Pedoman zonasi taman nasional dimaksudkan sebagai acuan bagi pengelola kawasan taman
nasional dalam melaksanakan penataan zona di kawasan taman nasional.
(2) Pedoman zonasi taman nasional bertujuan untuk mewujudkan sistem pengelolaan taman
nasional yang efektif dan optimal sesuai dengan fungsinya.
BAB II
JENIS, KRITERIA, FUNGSI ZONA DAN KEGIATAN
Bagian Kesatu
Jenis Zona
Pasal 3
(1) Zona dalam kawasan taman nasional terdiri dari:
a. Zona inti;
b. Zona rimba; Zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan
c. Zona pemanfaatan;
d. Zona lain, antara lain:
1. Zona tradisional;
2. Zona rehabilitasi;
3. Zona religi, budaya dan sejarah;
4. Zona khusus.
(2) Penataan zona taman nasional didasarkan pada potensi dan fungsi kawasan dengan
memperhatikan aspek ekologi, sosial, ekonomi dan budaya.
Pasal 4
(1) Dalam kawasan taman nasional sekurang-kurangnya terdiri dari zona inti, zona rimba dan
zona pemanfaatan.
(2) Penentuan zona lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d pada setiap
kawasan taman nasional dilakukan secara variatif sesuai kondisi setempat.
(3) Masing-masing zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam setiap
kawasan taman nasional dapatlebih dari satu tergantung pada potensi kawasan, kondisi
kawasan, sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar taman nasional.
Bagian Kedua
Kriteria Zona
Pasal 5
(1) Kriteria zona inti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a meliputi:
a. Bagian taman nasional yang mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya;
b. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya yang merupakan ciri khas
ekosistem dalam kawasan taman nasional yang kondisi fisiknya masih asli dan belum
diganggu oleh manusia;
c. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum
diganggu manusia;
d. Mempunyai luasan yang cukup dan bentuk tertentu yang cukup untuk menjamin
kelangsungan hidup jenis-jenis tertentu untuk menunjang pengelolaan yang efektif dan
menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami;
e. Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya
memerlukan upaya konservasi;
f. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa liar beserta ekosistemnya yang langka
yang keberadaannya terancam punah;
g. Merupakan habitat satwa dan atau tumbuhan tertentu yang prioritas dan khas/endemik;
h. Merupakan tempat aktivitas satwa migran.
(2) Kriteria zona rimba sebagaimana dimaksuddalam Pasal 3 ayat (1) huruf b meliputi:
a. Kawasan yang merupakan habitat atau daerah jelajah untuk melindungi dan mendukung
upaya perkembangbiakan dari jenis satwa liar;
b. Memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian
zona inti dan zona pemanfaatan;
c. Merupakan tempat kehidupan bagi jenis satwa migran.
(3) Kriteria zona pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c meliputi:
a. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem
tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik;
b. Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensl dan daya tarik untuk
dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;
c. Kondisi Iingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan, pengembangan
pariwisata alam, penelitian dan pendidikan;
d. Merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana prasarana bagi kegiatan
pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam, rekreasi, penelitian dan pendidikan;
e. Tidak berbatasan langsung dengan zona inti.
(4) Kriteria zona tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 1
meliputi:
a. Adanya potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati non kayu tertentu yang telah diman-
faatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya;
b. Di wilayah perairan terdapat potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati tertentu yang
telah dimanfaatkan melalui kegiatan pengembangbiakan, perbanyakan dan pembesaran
oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
(5) Kriteria zona rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf d angka 2 meliputi:
a. Adanya perubahan fisik, sifat fisik dan hayati yang secara ekologi berpengaruh kepada
kelestarian ekosistem yang pemulihannya diperlukan campur tangan manusia;
b. Adanya invasif spesies yang mengganggu jenis atau spesies asli dalam kawasan;
c. Pemulihan kawaasn pada huruf a dan b sekurang-kurangnya memerlukan waktu 5(lima)
tahun.
(6) Kriteria zona religi, budaya dan sejarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf
d angka 3 meliputi:
a. Adanya lokasi untuk kegiatan religi yang masih dipelihara dan dipergunakan oleh
masyarakat;
b. Adanya situs budaya dan sejarah baik yang dilindungi undang-undang mapun tidak
dilindungi undang-undang.
(7) Kriteria zona khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d angka 4 meliputi:
a. Telah terdapat sekelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal
sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional;
b. Telah terdapat sarana prasarana antara lain telekomunikasi, fasilitas transportasi dan
listrik, sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional;
c. Lokasi tidak berbatasan dengan zona inti.
Bagian Ketiga
Fungsi Zona
Pasal 6
Peruntukan masing-masing zona sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi:
a. Zona inti untuk perlindungan ekosistem, pengawetan flora dan fauna khas beserta
habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan, sumber plasma nutfah dari jenis
tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya.
b. Zona rimba untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan
lingkungan alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas,
habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta mendukung zona inti.
c. Zona pemanfaatan untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan,
pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfatan, kegiatan
penunjang budidaya.
d. Zona tradisional untuk pemanfaatan potensi tertentu taman nasional oleh masyarakat
setempat secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya.
e. Zona rehabilitasi untuk mengembalikan ekosistem kawasan yang rusak menjadi atau
mendekati kondisi ekosistem alamiahnya.
f. Zona religi, budaya dan sejarah untuk memperlihatkan dan melindungi nilai-nilai hasiI karya,
budaya, sejarah, arkeologi maupun keagamaan, sebagai wahana penelitian; pendidikan
dan wisata alam sejarah, arkeologi dan religius.
g. Zona khusus untuk kepentingan aktivitas kelompok masyarakat yang tinggal diwilayah
tersebut sebelum ditunjukjditetapkan sebagai taman nasional dan sarana penunjang
kehidupannya, serta kepentingan yang tidak dapat dihindari berupa sarana telekomunikasi,
fasilitas transportasi dan Iistrik.
Bagian Keempat
Kegiatan
Pasal 7
(1) Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona inti meliputi:
a. Perlindungan dan pengamanan;
b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya;
c. Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan atau penunjang
budidaya;
d. Dapat dibangun sarana dan prasarana tidak permamen dan terbatas untuk kegiatan
penelitian dan pengelolaan.
(2) Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona rimba meliputi:
a. Perlindungan dan pengamanan;
b. lnventarisasi dan monitoring sumberdaya alam, hayati dengan ekosistemnya;
c. Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas, pemanfaatan jasa lingkungan
dan kegiatan penunjang budidaya;
d. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan keberadaan populasi hidupan
liar;
e. Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk kepentingan penelitian, pendidikan,
dan wisata alam terbatas.
(3) Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona pemanfaatan meliputi:
a. Perlindungan dan pengamanan;
b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya;
c. Penelitian dan pengembangan pendidikan, dan penunjang budidaya;
d. Pengembangan potensi dan daya tarik wisata alam;
e. Pembinaan habitat dan populasi;
f. Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfatan kondisi/jasa lingkungan;
g. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan, wisata alam dan
pemanfatan kondisi/jasa Iingkungan.
(4) Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona tradisional meliputi:
a. Perlindungan dan pengamanan;
b. Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat;
c. Pembinaan habitat dan populasi;
d. Penelitian dan pengembangan;
e. Pemanfaatan potensi dan kondisi sumberdaya alam sesuai dengan kesepakatan dan
ketentuan yang berlaku.
(5) Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona religi, budaya dan sejarah meliputi:
a. Perlindungan dan pengamanan;
b. Pemanfaatan pariwisata alam, penelitian, pendidikan dan religi;
c. Penyelenggaraan upacara adat;
d. Pemeliharaan situs budaya dan sejarah, serta keberlangsungan upacara-upacara ritual
keagamaan/adat yang ada.
(6) Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona khusus meliputi:
a. Perlindungan dan pengamanan;
b. Pemanfaatan untuk menunjang kehidupan masyarakat dan;
c. Rehabilitasi;
d. Monitoring populasi dan aktivitas masyarakat serta daya dukung wilayah.
Pasal 8
Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dJlakukan berdasarkan rencana
pengelolaan taman nasional.
BAB III
TATA CARA PENATAAN ZONASI
Pasal 9
Zonasi meliputi kegiatan:
a. Persiapan;
b. Pengumpulan dan analfsis data;
c. penyusunan draft rancangan zonasi;
d. Konsuttasi publik;
e. Pengiriman dokumen;
f. Tata batas;
g. Penetapan.
Pasal 10
(1) Persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a meliputi:
a. Pembentukan Tim Kerja;
b. penyusunan rencana kerja.
(2) Tim Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurur a dibentuk oleh dan bertanggung jawab
kepada Kepala Balai.
(3) Tim Kerja sebagimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota.
(4) Anggota Tim Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari :
a. Staf Balai Taman Nasional;
b. Unsur Pemerintah Daerah;
c. Lembaga Swadaya Masyarakat;
d. Kelompok Masyarakat; dan
e. Mitra kerja.
(5) Penyusunan rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. kerangka pemikiran yang berisi jenis dan tahapan kegiatan;
b. metoda pengumpulan data dan analisa serta tata waktu pelaksanaan; dan
c. perencanaan anggaran.
(6) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disusun oleh Tim Kerja dan disahkan
oleh Kepala Balai.
Pasal 11
Pengumpulan dan analisa data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b meliputi :
a. keanekaragaman hayati, nilai arkeologi, nilai obyek daya tarik wisata, nilai potensi jasa
lingkungan;
b. data spatial: tanah, geologi, iklim, topografi, geomorfologi, penggunaan lahan;
c. kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat;
d. oseanografi untuk wilayah perairan.
Pasal 12
Penyusunan draft rancangan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c meliputi :
a. perumusan rancangan zonasi yang dituangkan dalam peta;
b. uraian potensi global;
c. batas geografis zona;
d. kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada masing-masing zona.
Pasal 13
Konsultasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d meliputi:
a. Pembahasan konsep zonasi yang telah disiapkan bersama para pihak untuk mendapatkan
tanggapan penyempurnaannya.
b. Kesepakatan konsultasi publik dituangkan dalam Berita Acara dan peta hasil kesepakatan
yang ditanda tangani oleh wakil-wakil para pihak dan wakil Balai.
c. Hasil kesepakatan tersebut merupakan bahan bagi Pemerintah Daerah untuk memberikan
rekomendasi penataan zona.
Pasal 14
(1) Pengiriman Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf e, berisikan :
a. Rekomendasi Pemerintah Daerah; dan
b. Buku Data dan Analisa Dalam Rangka Zonasi.
(2) Dokumen sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) dikirim oleh Kepala Balai kepada Direktur
Teknis untuk mendapatkan persetujuan.
(3) Setelah mendapat persetujuan dari Direktur Teknis, Kepala Balai melakukan tata batas zonasi
kawasan taman nasional.
Pasal 15
Tata batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f meliputi:
a. pemancangan patok batas;
b. penyusunan Berita Acara pemancangan patok batas.
Pasal16
(1) Kegiatan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf 9 meliputi:
a. Penandatanganan Berita Acara yang Telah mendapat persetujuan Direktur; dan
b. Penandatangan Berita Acara Tata Batas;
(2) Kepala Balai menetapkan draft final penataan zonasi kawasan taman nasional dan
menyampaikan kepada Direktur Teknis untuk mendapat pengesahan Direktur Jenderal.
Pasal 17
Draft final penataan zona dituangkan dalam Buku Penataan Zona dengan lampiran peta zonasi
dengan sistematika sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.
Pasal 18
(1) Draft final penataan zona sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 disampaikan oleh Kepala
Balai kepada Direktur Teknis dan instansi terkait.
(2) Direktorat Teknis melakukan penilaian dan menyampaikan hasilnya kepada Direktur Jenderal
untuk mendapatkan pengesahan.
(3) Dalam hal terdapat kekurangan kelengkapan data, sekurang-kurangnya dalam jangka waktu
15 hari kerja, Direktorat Teknis mengembalikan draft penataan zona kepada Kepala Balai
untuk disempurnakan.
(4) Untuk melakukan penyempurnaan sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari terhitung mulai diterimanya berkas penataan zona Kepala Balai harus mengirimkan
kembali hasil perbaikan tersebut Kepada Direktur Jenderal.
(5) Zona taman nasional yang sudah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada:
a. Eselon I Iingkup Departemen Kehutanan.
b. Eselon II Iingkup Direktorat Jenderal PHKA.
c. Gubernur/Bupati/Walikota setempat.
(6) Zonasi yang telah disahkan disosialisasikan oleh Kepala Balai kepada pihak terkait.
BAB IV
PERANSERTA MASYARAKAT
Pasal 19
(1) Dalam rangka zonasi taman nasional, Pemerintah menumbuh kembangkan peranserta
masyarakat.
(2) Peranserta masyarakat dalam zonasi taman nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
antara lain:
a. Memberi saran, informasi dan pertimbangan;
b. Memberikan dukungan dalam pelaksanaan kegiatan zonasi;
c. Melakukan pengawasan kegiatan zonasi;
d. Ikut menjaga dan memelihara zonasi.
(3) Pelaksanaan peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB V
EVALUASI
Pasal 20
(1) Evaluasi zonasi taman nasional dilakukan sebagai bahan peninjauan ulang untuk usulan
perubahan zonasi yang diperlukan sesuai dengan kepentingan pengelolaan.
(2) Evaluasi zonasi taman nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
periodik oleh Kepala Balai paling lama 3 (tiga) tahun.
(3) Dalam kondisi tertentu evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan pengelolaan.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
Zonasi taman nasional yang telah ditetapkan dan telah disusun sebelum berlakunya Peraturan
Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 22
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 29 Agustus 2006.
MENTERI KEHUTANAN,
Ttd.
H.M.S. KABAN, SE., M.Si.
Salinan Peraturan Menteri ini
disampaikan kepada Yth. :
1. Direktur Jenderal/Kepala Badan lingkup Departemen Kehutanan.
2. Gubernur Provinsi, di seluruh Indonesia.
3. Bupati/Walikota, di seluruh Indonesia.
4. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi,di seluruh Indonesia.
5. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota, di seluruh Indonesia.
6. Kepala Balai Taman Nasional di seluruh Indonesia.
7. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam di seluruh Indonesia.
LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN
NOMOR : P. 56 /Menhut-II/2006
TANGGAL : 29 Agustus 2006.
TENTANG PEDOMAN ZONASI TAMAN NASIONAL
A. Penyajian Buku Penataan Zona Berisi:
KATA PENGANTAR
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
I.
PENDAHULUAN
II. DESKRIPSI MASING-MASING ZONA
A. Zona Inti
B. Zona Rimba
C. Zona Pemanfaatan
D. Zona Lain
(dalam masing-masing zona dijelaskan Lokasi, Luas dan Letak Geografis; Potensi
sumberdaya alam dan obyek yang dapat dimanfaatkan untuk wisata alam dan
pendidikan konservasi untuk selain zona inti, Kegiatan Yang Dapat Dilakukan)
III. PENUTUP
IV. LAMPIRAN
Lampiran berupa peta digitasi zonasi dengan ketentuan:
a. Kawasan taman nasional yang luasnya kurang dari 50.000 hektar menggunakan peta
skala 1:100.000
b. Kawasan taman nasional yang luasnya antara 50.000-250.000 hektar menggunakan peta
skala 1:250.000
c. Kawasan taman nasional yang luasnya lebih dari 250.000 hektar menggunakan peta
skala 1:500.000
d. Peta sebagaimana huruf a, huruf b dan huruf c memuat legenda, penyusun, penilai dan
pengesahan.
Pembuatan peta disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
B. Warna dan kode masing-masing zona dalam peta:
a. zona inti berwarna merah dengan kode ZI.
b. zona rimba berwarna kuning dengan kode ZRi atau zona perlindungan bahari berwarna
biru tua dengan kode ZB.
c. zona pemanfaatan berwarna hijau dengan kode ZP.
d. zona tradisional berwarna coklat tua dengan kode ZTr.
e. zona rehabilitasi berwarna biru muda dengan kode Zre.
f. zona religi budaya dan sejarah berwarna ungu tua dengan kode ZBS
g. zona khusus berwarna abu-abu tua dengan kode ZKh
C. Tata Batas Zonasi
a. Zonasi yang telah tetapkan oleh Direktur Teknis untuk selanjutnya ditindaklanjuti dengan
penataan dan pemancangan batas zonasi oleh Balai yang bersangkutan, khusus untuk
penataan batas wilayah perairan laut Balai dapat berkoordinasi dengan Dinas
Hidrooseanografi TNI AL dan Lanal setempat.
b. Penandaan Batas Zona
1. Untuk taman nasional di wilayah daratan:
1) Pemasangan tanda batas zona pada garis-garis batas zonasi ditempatkan pada
setiap jarak 1 km, pada titik-titik perpotongan batas dan titik-titik persimpangan
dengan jalan trail dan jalan mobil.
2) Tanda batas zonasi berupa plat seng, papan kayu atau bahan lain dengan ukuran 30
cm x 50 cm yang berisi informasi tentang nomor tanda batas, titik koordinat tanda
batas, jenis zona.
3) pemasangan tanda batas zonasi taman nasional pada sisi pohon atau tiang yang
mengarah ke dalam zona yang dimaksud. Sebagai contoh, bila zona inti berbatasan
dengan zona rimba, maka tanda batas zona inti dipasang menghadap kearah zona
inti, dan disisi lain batang pohon atau tiang tersebut dipasang/dipaku tanda batas
zona rimba menghadap ke arah zona rimba (contoh gambar terlampir).
4) Penulisan inisial/kode pada tanda batas zona sebagai berikut:
a) Zona Inti
• Plat seng diberi cat dasar warna merah dengan tulisan warna putih
• Inisial/kode yang digunakan ZI
b) Zona Rimba
• Plat seng diberi cat dasar warna kuning dengan tulisan warna hitam
• Inisial/kode yang digunakan ZRi
c) Zona Pemanfaatan
• Plat seng diberi cat dasar warna hijau dengan tulisan warna kuning
• Inisial/kode yang digunakan ZP
d) Zona Tradisional
• Plat seng diberi cat dasar warna coklat tua dengan tulisan warna putih
• Inisialjkode yang digunakan ZTr
e) Zona Rehabilitasi
• Plat seng diberi cat dasar warna biru muda dengan tulisan warna hitam
• Inisial/kode yang digunakan Zre
f) Zona Religi, Budaya dan Sejarah
• Plat seng diberi cat dasar warna ungu tua dengan tulisan warna putih
• Inisial/kode yang digunakan ZBS
g) Zona Khusus
• Plat seng diberi cat dasar warna abu-abu tua dengan tulisan warna hitam
• Inisial/kode yang digunakan ZKh
5) Pemberian nomor dibuat secara berurutan sesuai dengan hasil pengukuran dan
pada jarak tertentu.
6) Pemeliharaan batas zona dilakukan minimal dalam jangka waktu 5 (lima) tahun atau
berdasarkan perubahan kondisi kawasan dan kebutuhan pengelolaan.
2. Untuk taman nasional di wilayah perairan laut :
1) Untuk kawasan taman nasional perairan laut, tata batas dapat berupa :
a. Memasang papan pengumunan pada lokasi zonasi dengan mencantumkan batas
wilayah zonasi pada papan pengumuman tersebut serta di Desa atau Kecamatan
terdekat lokasi
b. Mencantumkan tanda batas zonasi (letak geografis zonasi) pada peta laut dengan
simbul sesuai dengan Standart Hidrografi Internasional dan selanjutnya
dilaporkan pada Dinas Hidrooseanografi, TNI AL agar dicantumkan pada "Berita
Pelaut Indonesia" yang disebarluaskan di pelabuhan-pelabuhan.
c. Pemasangan tanda batas di lapangan berupa "Mooring Buoys" yang diberi warna
dan nomor.
2) Pemasangan tanda batas zona berupa mooring bouys hanya dimungkinkan
diletakkan pada perairan dengah kedalaman kurang dari 5 (lima) meter yang
jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.
3) Posisi peletakan mooring buoys harus menggunakan GPS (Geografical Position
System) sehingga dapat tepat letak koordinatnya yang selanjutnya sebagai bahan
informasi untuk dicantumkan pada peta laut.
4) Tanda batas berupa mooring buoys dapat perupa pelapung seperti pada contoh di
bawah ini:
Bahan dari plastik,
Ukuran diameter 15 inci
Bentuk bundar
Sabuk biru keliling mooring buoys
mengambarkan peruntukan masing
masing zonasi
Mooring buoys diberi nomor berurutan
Bahan dari plastik
Ukuran diameter 12 inci
Bentuk ionjong
Sabuk biru keliling mooring buoys
mengambarkan peruntukan masing
masing zonasi
Mooring buoys diberi nomor berurutan
Bahan dari plastik,
Ukuran diameter atas 10 inci, diameter bawah 15 inci
Bentuk kerucut
Sabuk biru keliling mooring buoys mengambarkan
peruntukan masing -masing zonasi
Mooring buoys diberi nomor berurutan
Salah satu bentuk jangkar yang diletakan di dasar perairan sebagai pengikat
Mooring buoys agar selalu berada pada tempatnya (tidak hanyut)
Bentuk peletakan mooring buoys pada zona pemanfaatan dan zona pemukiman yang
memiliki fungsi ganda selain sebagai penantaan batas zonasi juga berfungsi sebagai
tempat tambat perahu agar tidak membuang jangkar perahu di dasar perairan.
Kebutuhan mooring buoys sesuai dengan kebutuhan di zona tersebut.
5) Penulisan inisial/kode pada tanda batas zona sebagai berikut :
a) Zona Inti
• Mooring Buoys diberi cat warna merah keliling selebar 10 cm.
• Tulisan berwarna hitam
• Inisial/kode yang digunakan ZI, dengan nomor berurutan
• Peletakan kode dan nomor disesuaikan dengan bentuk mooring buoys.
b) Zona Perlindungan Bahari
• Mooring Buoys diberi cat warna biru tua keliling selebar 10 cm.
• Tulisan warna hitam
• Inisial/kode yang digunakan ZB, dengan nomor berurutan
• Peletakan kode dan nomor disesuaikan dengan bentuk mooring buoys.
c) Zona Pemanfaatan
• Mooring Buoys diberi cat warna hijau tua keliling selebar 10 cm.
• Tulisan warna hitam
• Pada bagian atas mooring buoys di beri tambahan ring sebagai tambat perahu
• Inisial/kode yang digunakan ZP
• Mooring buoys berfungsi pula sebagai tempat tambat perahu wisatawan
• Peletakan kode dan nomor disesuaikan dengan bentuk mooring buoys.
d) Zona Tradisional
• Mooring Buoys diberi cat warna coklat tua keliling selebar 10 cm.
• Tulisan berwarna hitam
• Pada bagian atas mooring buoys di beri tambahan ring sebagai tambat perahu
• Inisial/kode yang digunakan ZTr
• Mooring buoys berfungsi pula sebagai tempat tambat perahu masyarakat
• Peletakan kode dan nomor disesuaikan dengan bentuk mooring buoys.
e) Zona khusus
• Mooring Buoys diberi cat warna abu-abu tua keliling selebar 10 cm.
• Tulisan berwarna hitam
• Inisial/kode yang digunakan ZKh
• Peletakan kode dan nomor disesuaikan dengan bentuk mooring buoys.
f) Zona Rehabilitasi
• Mooring Buoys diberi cat dasar warna biru muda keliling selebar 10 cm.
• Tulisan berwarna hitam
• Inisial/kode yang digunakan Zre
• Peletakan kode dan nomor disesuaikan dengan bentuk mooring buoys.
g) Zona Religi, Budaya dan Sejarah
• Plat seng diberi cat warna ungu tua keliling selebar 10 cm.
• Tulisan warna hitam
• Inisial/kode yang digunakan ZBS
• Peletakan kode dan nomor disesuaikan dengan bentuk mooring buoys.
MENTERI KEHUTANAN,
Ttd.
H.M.S. KABAN, SE., M.Si.
http://frankyzamzani.files.wordpress.com/2007/06/permenhut_56_2006-ttg-pedoman-zonasi-tn.pdf